Kamis, 22 September 2016

Plastic or Paper? - The Environmental Folklore

Hi readers!
Which one is better? Plastic or paper?

Sebagian besar dari kita akan memilih kertas dan menganggap plastik sebagai material yang harus dihindari sebisa mungkin. I would do the same. Hal ini karena selama ini kita mengenal plastik sebagai material yang sulit diuraikan sehingga plastik akan tetap berada di lingkungan kita selama bertahun - tahun, pecah menjadi bagian - bagian kecil dan menyebabkan lingkungan kita teracuni, menyebabkan kematian banyak makhluk hidup setiap tahunnya. 

Tentu saja kita tidak pernah menginginkan tragedi lingkungan seperti ini terjadi. Oleh karena itu kertas selalu dianggap sebagai sahabat baik yang ramah lingkungan. Kertas dapat diuraikan, dapat digunakan kembali, dan dalam beberapa kasus dapat didaur ulang. Namun tidakkah kita pernah memikirkan darimana kertas dibuat? diambil dari mana serat selulosa yang digunakan sebagai bahan utama kertas? bukankah berasal dari pohon? bukankah kita harus menebang pohon kalau begitu?

Kesadaran mengejutkan ini menghantam saya ketika menonton video youtube dari channel TED yang berjudul Leyla Acaroglu: Paper beats plastic? How to rethink environmental folklore

Video berdurasi 18 menit itu berisi speech yang diberikan oleh Leyla Acaroglu mengenai kesalahpahaman yang kita alami selama ini mengenai environmental folklore. Mitos - mitos lingkungan yang selama ini kita percayai benar tanpa berpikir lebih luas mengenai bagaimana suatu produk berjalan dalam sistem yang lebih kompleks dan luas. Environmental folklore biasanya hanya berdasarkan pengalaman atau hal - hal yang kita dengar dari orang lain. Mitos - mitos ini juga biasanya juga tidak berdasarkan kerangka ilmiah. 

Hal yang penting untuk kita sadari adalah segala hal di dunia ini pada dasarnya berasal dari alam. Hal yang lebih penting untuk kita perhatikan adalah bagaimana kita menggunakan sebuah material, sehingga mempelajari siklus hidup suatu material menjadi sangat penting.

Jadi pada dasarnya, segala sesuatu yang diciptakan melewati serangkaian tahap siklus hidup. Kita menggunakan analisis siklus hidup untuk memiliki gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana segala sesuatu yang kita lakukan secara teknis mempengaruhi sistem lingkungan. Seluruh rangkaian proses mulai dari ekstraksi bahan baku, proses manufaktur, pengemasan dan transportasi, penggunaan, hingga akhir masa hidup produk memiliki interaksi dengan lingkungan. Kemudian kita dapat memantau bagaimana interaksi dari setiap tahap siklus hidup suatu material benar-benar mempengaruhi sistem kehidupan di Bumi. Melalui hal ini, kita dapat mengerti fakta yang lebih akurat daripada mitos - mitos lingkungan yang kita dengar selama ini.

Dalam video tersebut Leyla memberikan contoh mengenai biodegradasi. Biodegradasi adalah proses dimana bahan organik diuraikan oleh enzim yang dihasilkan oleh organisme hidup. Leyla menjelaskan dan membuktikan bahwa cara kita menggunakan suatu material lah yang berperan dalam menentukan efek baik atau buruk bagi lingkungan.

Ketika sesuatu yang alami seperti sepotong roti, sisa makanan, atau selembar kertas berakhir di alam, sesuatu itu akan terurai secara normal. Molekul karbon secara alami dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai karbon dioksida. Masalahnya adalah kebanyakan sesuatu yang alami ini tidak benar-benar berakhir di alam. Sebagian besar sampah yang kita hasilkan akan berakhir di TPA yang ternyata merupakan lingkungan yang berbeda dengan alam. Di TPA, molekul karbon yang sama terurai dengan cara yang berbeda, karena TPA bersifat anaerobik. TPA yang anaerobik menguraikan molekul-molekul yang sama menjadi metana. And as we all know, metana merupakan gas rumah kaca yang lebih kuat 25 kali dari karbon dioksida. Jadi benda alami apapun yang kita buang jika berakhir di TPA, dapat menjadi salah satu kontributor perubahan iklim yang kita berusaha untuk atasi selama ini.

Selain contoh di atas Leyla juga memberikan lebih banyak contoh bagaimana cara kita menggunakan suatu produk lah yang menentukan produk tersebut ramah lingkungan atau tidak. Leyla kemudian kembali ke pertanyaan awal mengenai mana yang lebih baik antara kertas atau plastik. Ia menjelaskan bahwa apabila dipandang dari segi reusable, maka plastik lebih baik dari kertas. Kertas juga bisa menjadi lebih buruk dari plastik karena kertas 4 - 10 kali lebih berat dari plastik. Namun bila dipandang dari segi siklus hidup, tentu saja 1 kilo kertas jauh lebih baik daripada 1 kilo plastik. But again, dari segi fungsi 1 kilo kertas tidak cukup untuk membawa barang belanjaan kita. Sementara sedikit plastik dapat melakukannya. Dan kita tahu bahwa fungsionalitas sangat berdampak pada lingkungan. Leyla mengatakan bahwa hanya beberapa material saja yang benar - benar harus dihindari, sisanya tergantung pada pemakaian kita akan material tersebut.

Satu hal yang sangat membekas bagi saya ketika menonton video ini adalah ketika Leyla mengatakan bahwa: Konsumsi adalah masalah terbesar, tapi desain adalah salah satu solusi terbaik. Pada akhirnya produsen akan membuat barang yang diminati konsumen, Sementara konsumen akan membeli barang yang sesuai dengan fungsi yang diperlukannya. Sehingga dengan menghasilkan produk dengan desain yang elegan, cerdas, dan mempertimbangkan keseluruhan sistem (bagaimana produk tersebut dibuat hingga bagaimana produk itu diolah ketika masa pakainya telah selesai) manusia dapat menemukan solusi inovatif yang benar - benar ramah bagi lingkungan.

Pada akhir video saya menyadari bahwa membuat hal - hal yang 'ramah lingkungan' tak lagi hanya dilihat dari segi material saja. Tetapi serangkaian kegiatan yang kita lakukan mulai dari proses pembuatan, penggunaan, hingga bagaimana kita memperlakukan produk tersebut di akhir masa pakainya sangat berperan terhadap lingkungan alam kita. Berpikir luas dan sistematis seperti ini akan menghindarkan kita dari mempercayai mitos - mitos lingkungan dan pada akhirnya dapat mendorong kita melakukan hal yang 'lebih tepat' bagi lingkungan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar