Kamis, 22 September 2016

Plastic or Paper? - The Environmental Folklore

Hi readers!
Which one is better? Plastic or paper?

Sebagian besar dari kita akan memilih kertas dan menganggap plastik sebagai material yang harus dihindari sebisa mungkin. I would do the same. Hal ini karena selama ini kita mengenal plastik sebagai material yang sulit diuraikan sehingga plastik akan tetap berada di lingkungan kita selama bertahun - tahun, pecah menjadi bagian - bagian kecil dan menyebabkan lingkungan kita teracuni, menyebabkan kematian banyak makhluk hidup setiap tahunnya. 

Tentu saja kita tidak pernah menginginkan tragedi lingkungan seperti ini terjadi. Oleh karena itu kertas selalu dianggap sebagai sahabat baik yang ramah lingkungan. Kertas dapat diuraikan, dapat digunakan kembali, dan dalam beberapa kasus dapat didaur ulang. Namun tidakkah kita pernah memikirkan darimana kertas dibuat? diambil dari mana serat selulosa yang digunakan sebagai bahan utama kertas? bukankah berasal dari pohon? bukankah kita harus menebang pohon kalau begitu?

Kesadaran mengejutkan ini menghantam saya ketika menonton video youtube dari channel TED yang berjudul Leyla Acaroglu: Paper beats plastic? How to rethink environmental folklore

Video berdurasi 18 menit itu berisi speech yang diberikan oleh Leyla Acaroglu mengenai kesalahpahaman yang kita alami selama ini mengenai environmental folklore. Mitos - mitos lingkungan yang selama ini kita percayai benar tanpa berpikir lebih luas mengenai bagaimana suatu produk berjalan dalam sistem yang lebih kompleks dan luas. Environmental folklore biasanya hanya berdasarkan pengalaman atau hal - hal yang kita dengar dari orang lain. Mitos - mitos ini juga biasanya juga tidak berdasarkan kerangka ilmiah. 

Hal yang penting untuk kita sadari adalah segala hal di dunia ini pada dasarnya berasal dari alam. Hal yang lebih penting untuk kita perhatikan adalah bagaimana kita menggunakan sebuah material, sehingga mempelajari siklus hidup suatu material menjadi sangat penting.

Jadi pada dasarnya, segala sesuatu yang diciptakan melewati serangkaian tahap siklus hidup. Kita menggunakan analisis siklus hidup untuk memiliki gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana segala sesuatu yang kita lakukan secara teknis mempengaruhi sistem lingkungan. Seluruh rangkaian proses mulai dari ekstraksi bahan baku, proses manufaktur, pengemasan dan transportasi, penggunaan, hingga akhir masa hidup produk memiliki interaksi dengan lingkungan. Kemudian kita dapat memantau bagaimana interaksi dari setiap tahap siklus hidup suatu material benar-benar mempengaruhi sistem kehidupan di Bumi. Melalui hal ini, kita dapat mengerti fakta yang lebih akurat daripada mitos - mitos lingkungan yang kita dengar selama ini.

Dalam video tersebut Leyla memberikan contoh mengenai biodegradasi. Biodegradasi adalah proses dimana bahan organik diuraikan oleh enzim yang dihasilkan oleh organisme hidup. Leyla menjelaskan dan membuktikan bahwa cara kita menggunakan suatu material lah yang berperan dalam menentukan efek baik atau buruk bagi lingkungan.

Ketika sesuatu yang alami seperti sepotong roti, sisa makanan, atau selembar kertas berakhir di alam, sesuatu itu akan terurai secara normal. Molekul karbon secara alami dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai karbon dioksida. Masalahnya adalah kebanyakan sesuatu yang alami ini tidak benar-benar berakhir di alam. Sebagian besar sampah yang kita hasilkan akan berakhir di TPA yang ternyata merupakan lingkungan yang berbeda dengan alam. Di TPA, molekul karbon yang sama terurai dengan cara yang berbeda, karena TPA bersifat anaerobik. TPA yang anaerobik menguraikan molekul-molekul yang sama menjadi metana. And as we all know, metana merupakan gas rumah kaca yang lebih kuat 25 kali dari karbon dioksida. Jadi benda alami apapun yang kita buang jika berakhir di TPA, dapat menjadi salah satu kontributor perubahan iklim yang kita berusaha untuk atasi selama ini.

Selain contoh di atas Leyla juga memberikan lebih banyak contoh bagaimana cara kita menggunakan suatu produk lah yang menentukan produk tersebut ramah lingkungan atau tidak. Leyla kemudian kembali ke pertanyaan awal mengenai mana yang lebih baik antara kertas atau plastik. Ia menjelaskan bahwa apabila dipandang dari segi reusable, maka plastik lebih baik dari kertas. Kertas juga bisa menjadi lebih buruk dari plastik karena kertas 4 - 10 kali lebih berat dari plastik. Namun bila dipandang dari segi siklus hidup, tentu saja 1 kilo kertas jauh lebih baik daripada 1 kilo plastik. But again, dari segi fungsi 1 kilo kertas tidak cukup untuk membawa barang belanjaan kita. Sementara sedikit plastik dapat melakukannya. Dan kita tahu bahwa fungsionalitas sangat berdampak pada lingkungan. Leyla mengatakan bahwa hanya beberapa material saja yang benar - benar harus dihindari, sisanya tergantung pada pemakaian kita akan material tersebut.

Satu hal yang sangat membekas bagi saya ketika menonton video ini adalah ketika Leyla mengatakan bahwa: Konsumsi adalah masalah terbesar, tapi desain adalah salah satu solusi terbaik. Pada akhirnya produsen akan membuat barang yang diminati konsumen, Sementara konsumen akan membeli barang yang sesuai dengan fungsi yang diperlukannya. Sehingga dengan menghasilkan produk dengan desain yang elegan, cerdas, dan mempertimbangkan keseluruhan sistem (bagaimana produk tersebut dibuat hingga bagaimana produk itu diolah ketika masa pakainya telah selesai) manusia dapat menemukan solusi inovatif yang benar - benar ramah bagi lingkungan.

Pada akhir video saya menyadari bahwa membuat hal - hal yang 'ramah lingkungan' tak lagi hanya dilihat dari segi material saja. Tetapi serangkaian kegiatan yang kita lakukan mulai dari proses pembuatan, penggunaan, hingga bagaimana kita memperlakukan produk tersebut di akhir masa pakainya sangat berperan terhadap lingkungan alam kita. Berpikir luas dan sistematis seperti ini akan menghindarkan kita dari mempercayai mitos - mitos lingkungan dan pada akhirnya dapat mendorong kita melakukan hal yang 'lebih tepat' bagi lingkungan yang lebih baik.

Selasa, 13 September 2016

Malthus Theory

Hi readers!
Tiga post terdahulu yang sudah aku tulis semuanya adalah mengenai sustainability atau keberlanjutan. Berdasarkan post kedua dan ketiga aku setuju bahwa pertumbuhan populasi manusia adalah salah satu faktor yang sangat berperan dalam mempengaruhi keberlanjutan hidup manusia dan semua makhluk hidup lain di bumi. Apalagi di post ketiga aku sudah menjelaskan tentang kurva pertumbuhan populasi yang bisa jadi sustainable (seperti kurva S) atau unsustainable (seperti kurva J). Nah do you guys know kalau ternyata ada satu teori lagi yang memprediksi bahwa somehow kehidupan manusia dan makhluk hidup di bumi ini akan mencapai suatu kondisi unsustainable dan bahkan akan mencapai crash ? :( 

It is called Malthus Theory
Ternyata ada tokoh pemikir pada zaman dahulu sekitar 200 tahun yang lalu yang saking hebatnya telah memprediksi bahwa nanti dunia ini tidak akan bertahan karena jumlah populasi manusia yang meningkat jauh di atas peningkatan jumlah pangan. Hands down to Thomas Malthus yang sudah memprediksi bahwa pertumbuhan populasi manusia tidaklah sustainable. Malthus menuliskan dasar teorinya pada tahun 1798 yang ternyata banyak di antaranya yang sangat relevan dengan kondisi masa kini. Ia menyatakan bahwa pertumbuhan populasi bersifat eksponensial (yang mana sama seperti kurva J) dan hal itu berarti bahwa populasi manusia akan meningkat 2x lipat dalam kurun waktu yang ditentukan. 
So let's see the our world population growth :



Kurva di atas menunjukkan pertumbuhan populasi manusia di bumi yang bersifat eksponensial, just like what Malthus stated. Lalu apa yang terjadi jika kurva pertumbuhan populasi manusia bersifat eksponensial? Let's do a little review sambil mengingat materi tentang kurva eksponensial, shall we? ;)

So kita tahu kan kalau pada diagram eksponensial, jumlah di sumbu y akan meningkat dua kali lipat seiring pertambahan waktu? Artinya jika diawali dari 1, maka akan bertambah menjadi 4, kemudian menjadi 8, dan lalu menjadi 16, dan seterusnya sampai nanti akan membentuk kurva seperti di atas. Nah if you search on the google berapa laju pertumbuhan populasi di dunia maka akan muncul angka persentase yang berada di kisaran 1%. Hal ini berarti bahwa dengan laju pertumbuhan populasi sebesar 1% maka jumlah populasi manusia di bumi akan meningkat dua kali lipat tiap 70 tahun. Imagine world having two times more people than today, If you think that this statement ( or maybe fact) is worrisome, tunggu statement Malthus berikutnya.

Statement kedua yang ditulis oleh Malthus menyatakan bahwa pertambahan pangan atau makanan di bumi ini bersifat hitungan deret. Hal ini berarti jumlah pertambahan pangan atau makanan di bumi ini meningkat dua unit tiap pertambahan waktu. Jadi misalnya jika diawali dari 2, maka akan bertambah menjadi 4, kemudian menjadi 6, kemudian menjadi 8, dan seterusnya. Nah kemudian coba bandingkan antara kurva pertumbuhan populasi dengan kurva pertumbuhan pangan. We know bahwa seiring berjalannya waktu pertumbuhan populasi meningkat semakin cepat dan cepat karena sifatnya yang eksponensial, namun pertambahan pangan tetap meningkat dengan kecepatan konstan.


Seperti itulah kira - kira jika kedua kurva populasi manusia dengan kurva pertambahan pangan dibandingkan. Pada satu titik akan terjadi perpotongan garis yang menunjukkan apa yang disebut oleh Malthus sebagai titik krisis (point of crisis) atau yang dikenal dengan sebutan Malthusian Catastrophe. Serem banget kan :(

Nah di gambar diagram di atas kurva populasi juga dibandingkan dengan carrying capacity seperti yang kita bahas di post sebelumnya. Perpotongan juga terjadi di titik yang sama sehingga itulah kenapa carrying capacity juga bisa dianggap sebagai ketersediaan pangan maksimum. Hal itu sesuai dengan pendapat di post sebelumnya bahwa jumlah populasi tidak boleh melebihi jumlah pangan maksimum. Rusa - rusa di Pulau St. Matthew jumlahnya bisa melebihi carrying capacity yang tersedia untuk jangka waktu yang hanya sebentar sebelum akhirnya mengalami crash dan penurunan jumlah yang signifikan. 

Lalu bagaimana jika besarnya carrying capacity ditingkatkan dua kali lipat dengan segala teknologi pertanian yang bisa kita lakukan? Apakah akan menghindarkan terjadinya titik krisis? Ternyata jawabannya tidak :(
Meskipun letak garis carrying capacity dinaikkan dua tingkat alias jumlahnya ditingkatkan dua kali lipat pun, titik krisis masih akan tetap terjadi. Hal ini disebabkan karena kurva populasi manusia akan terus naik dan bertambah ke atas. Sehingga pada akhirnya akan berpotongan dengan garis carring capacity tadi. Jadi bukannya mengatasi permasalahan, peningkatan jumlah carrying capacity hanya akan menunda terjadinya malapetaka tadi. Selain itu carrying capacity tidak melulu merepresentasikan jumlah makanan. Tapi juga bisa ketersediaan air, lahan untuk tinggal, udara bersih, dan sebagainya. Oleh karena itu Teori Malthus menyatakan bahwa standar hidup manusia mau tidak mau akan terus menurun dalam jangka panjang. 

The next question is apakah prediksi Malthus terbukti benar? Tentu saja tidak sepenuhnya benar mengingat kini kita sudah berada 200 tahun lebih dari apa yang ia prediksikan akan terjadinya titik krisis. Jadi kita bisa sedikit berlega hati karena Malthusian Catastrophe yang menyeramkan itu belum terjadi. At least untuk saat ini. Kini jumlah manusia memang sudah meningkat berkali lipat sesuai dengan apa yang Malthus prediksikan. Jadi somehow teori Malthus memang ada benarnya juga. Tapi kini manusia juga lebih makmur dan lebih kaya dibanding manusia dahulu. Bukannya menjadi semakin miskin dengan standar hidup yang lebih rendah, justru lebih banyak manusia yang menikmati standar hidup yang lebih tinggi dibanding manusia terdahulu. Lho terus berarti teori Malthus keliru dong? 

Akhirnya muncul sebuah teori yang baru yang disebut Neo Malthusian. Salah satu contoh teori Neo Malthusian yang ditulis oleh Paul Ehrlich pada tahun 1967 menyatakan bahwa krisis baru akan terjadi pada tahun 1970an dan 1980an. Tapi ternyata teori Neo Malthusian ini sama salahnya dengan teori Malthusian. Pada kenyataannya setelah tahun 1967 ketika teori ini ditulis, jumlah populasi manusia di Britania meningkat dua kali lipat. Tetapi mereka juga lebih kaya dan memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Jadi fenomena yang terjadi ketika itu hingga kini sangat berkebalikan dengan apa yang telah diprediksikan. Bahkan apa yang disampaikan pada dokumen agenda 21 dari Earth Summit tahun 1992 juga menyatakan bahwa perubahan signifikan pada ekonomi dunia dan sistem sosial harus dilakukan untuk menangani isu - isu kesenjangan antara negara-negara, memburuknya kemiskinan, lebih kelaparan, sakit, dan buta huruf. Namun sekali lagi apa yang terjadi kini terbukti merupakan kebalikan dari itu semua. Secara global manusia kini lebih makmur, angka buta huruf menurun, dan kesehatan lebih baik. Jadi kesimpulannya, prediksi Malthusian kadang sesuai dan kadang tidak.

Satu alasan yang mungkin dapat membenarkan mengapa teori Malthus tidak sesuai dengan kondisi saat ini adalah bahwa waktu yang Malthus prediksikan masih terlalu dini. Sangat mungkin bahwa saat ini kita hidup dalam waktu yang kita pinjam dari masa depan. Sangat mungkin bahwa kini kita masih menjalani hidup dengan cara - cara yang tidak sustainable, sama seperti rusa - rusa di Pulau St. Matthew. Satu hal penting yang harus kita ingat bahwa pertumbuhan populasi manusia akan mencapai batas maksimalnya. And I think it's true. 

Marketing 3.0 by Philip Kotler

Hi readers!
This post is going to discuss about marketing again, and this time it is about the concepts of marketing by Philip Kotler called Marketing 3.0
Actually I want to write the whole post using English but I want this post to be accessible for anyone in my country that do not speak English. So that is why I'm going to write the rest of the post using Bahasa Indonesia.

WHAT IS MARKETING 3.0 ? 
(Apa yang dimaksud dengan marketing 3.0? Apa yang membedakan 3.0 dengan 1.0 atau 2.0?)

Philip Kotler memperkenalkan konsep ini dalam bukunya yang berjudul Marketing 3.0 . Buku tersebut menjelaskan beberapa tipe marketing yang dijalani oleh perusahaan - perusahaan di dunia, antara lain: tipe 1.0 ; tipe 2.0 ; dan tipe 3.0 .
Perusahaan 1.0 adalah perusahaan yang efektif dalam menjalankan bisnisnya, menghasilkan keuntungan, dan membuat produk bagi banyak orang. Pada dasarnya perusahaan 1.0 berusaha menarik pikiran pelanggan yang mereka temukan dan membuat calon pelanggan menginginkan produk yang mereka jual. Sebagian besar perusahaan yang ada tergolong sebagai perusahaan 1.0.

Sementara perusahaan 2.0 adalah perusahaan yang tidak sekedar membuat produk, namun berkeinginan untuk mengenal dan memahami calon pelanggannya dengan lebih baik. Pada dasarnya perusahaan 2.0 berusaha untuk menarik hati pelanggan dan berusaha dekat dengan mereka dengan mengetahui lebih banyak mengenai keinginan mereka. Perusahaan yang ada saat ini sebagian kecil tergolong sebagai perusahaan 2.0.

Namun ternyata ada perusahaan yang bergerak lebih jauh dari perusahaan 2.0 yakni perusahaan 3.0. Perusahaan 3.0 tidak hanya sekedar menghasilkan produk yang baik dan mengenal pelanggan dengan baik, tetapi juga peduli dengan keadaan di sekitarnya. Perusahaan 3.0 sangat peka terhadap fenomena yang terjadi di dunia saat ini, seperti misalnya kemiskinan, kelaparan, sumber daya alam yang menipis, perusakan lingkungan, dan sebagainya. Sehingga perusahaan 3.0 berupaya untuk berkontribusi terhadap dunia di sekitarnya dan menularkan spirit itu kepada para pelanggan. Hal ini menjadi cara perusahaan dalam menyampaikan bahwa mereka peduli dan ingin membuat dunia yang kita tinggali menjadi lebih baik. 

Kesimpulan menurut saya pribadi yang membedakan antara perusahaan 1.0 , 2.0 , dan 3.0 adalah sejauh mana mereka menjalankan bisnisnya. Perusahaan 1.0 membuat produk yang dapat menghasilkan keuntungan dan berusaha menarik pikiran pelanggan, jadi entah sebenarnya pelanggan tersebut membutuhkan atau benar - benar menginginkan produk tersebut atau tidak, perusahaan akan berusaha menarik pikiran pelanggannya agar kemudian menginginkan untuk membeli produk mereka.
Perusahaan 2.0 melakukan pekerjaan yang lebih baik menurut saya dengan mau membuat produk yang tidak hanya baik dan menguntungkan, tetapi juga sesuai dengan keinginan atau kebutuhan pelanggannya. Sehingga perusahaan 2.0 berupaya untuk mengenal pelanggannya lebih dekat sehingga dapat menarik hati mereka. Tentu saja apabila perusahaan 2.0 membuat produk yang sesuai keinginan pelanggan, hati pelanggan kemudian akan tertarik untuk membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.
Sedangkan perusahaan 3.0 lebih baik lagi dengan kepeduliannya terhadap keadaan dunia yang kita tinggali sekarang. Perusahaan 3.0 tidak hanya mementingkan keuntungan dan keinginan pelanggannya saja, tetapi juga berusaha berkontribusi terhadap dunia dan masyarakat seluruh dunia. Perusahaan ini menunjukkan bahwa mereka peduli dan ingin membuat keadaan dunia menjadi lebih baik.

Senin, 12 September 2016

Growth Curves - J Curve and S Curve

Hi readers!
Post kali ini masih berhubungan dengan apa yang aku bahas di post sebelumnya mengenai Population Growth. Jadi post sebelumnya menyebutkan bahwa populasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberlanjutan hidup manusia dan makhluk hidup lain di bumi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan populasi akan mengikuti satu dari dua jenis kurva pertumbuhan, yakni kurva J dan kurva S.


Kedua kurva tersebut dinamai sesuai dengan bentuknya yang menyerupai huruf J dan S. Lalu apa yang membedakan kedua kurva tersebut?
Ilustrasi yang digunakan untuk menggambarkan kurva J ialah fenomena yang terjadi pada tahun 1944 dimana ada 29 rusa yang dibawa ke sebuah pulau kecil di lepas pantai Alaska bernama Pulau St. Matthew yang sebelumnya hanya dihuni oleh rubah dan tikus kecil. Populasi rusa yang tidak memiliki predator alami dan pasokan pakan yang melimpah meningkat pesat ke lebih dari 6000 ekor. Tapi tahun 1963 - 1964, populasi rusa telah turun menjadi 42 setelah pulau mengalami musim dingin yang hebat. Sehingga pada tahun 1980-an, rusa punah dari pulau tersebut. Hal ini karena semua sumber pakan telah dihabiskan oleh rusa - rusa tersebut hingga kemudian terjadilah kelaparan massal. Pulau ini tidak bisa mempertahankan populasi rusa yang terus meningkat dengan jumlah pakan yang terbatas.

Sementara hal sebaliknya terjadi pada sel yang tumbuh dalam cawan petri. Sel yang hidup dalam cawan petri dengan jumlah pakan yang terbatas, akan mengalami pertumbuhan populasi yang semakin lambat seiring berkurangnya pakan yang tersedia. Hingga kemudian sel akan berhenti bertambah populasinya dan mencapai jumlah populasi maksimum. Hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan rumput dengan cahaya matahari yang terbatas. Rumput akan tumbuh dan tersebar di area yang terekspos sinar matahari dan akan berhenti tumbuh apabila telah mencapai batas area dimana sinar matahari tidak tersedia. Sehingga dengan kata lain kurva S menggambarkan sebuah sistem dimana pertumbuhan populasi akan menyesuaikan jumlah sumber daya yang tersedia. Populasi akan tumbuh dengan cepat di awal dan seiring berkurangnya sumber daya akan semakin melambat hingga tidak bertambah sama sekali dan mencapai jumlah populasi maksimum. Keadaan maksimum inilah yang disebut sebagai carrying capacity.

Sebuah populasi tidak bisa bertahan apabila melebihi carrying capacity. Misalnya populasi rusa di Pulau St. Matthew yang menghabiskan sumber pakan mereka yang masih tersedia dan tidak menyisakan sedikit pun untuk musim berikutnya. Hal ini menyebabkan ekosistem menjadi tidak seimbang dan mengalami crash. 


Sehingga kemudian kurva S dianggap lebih sustainable daripada kurva J. Hal ini disebabkan karena kurva S menggambarkan pertumbuhan populasi yang tidak melebihi carrying capacity sehingga keberlangsungan hidup populasi tidak akan mengalami kepunahan / crash. 

Lalu apakah pertumbuhan populasi manusia mengikuti kurva J atau kurva S? Banyak yang beranggapan bahwa pertumbuhan populasi manusia telah melebihi carrying capacity. Jika hal tersebut benar maka manusia akan mengalami crash seperti populasi rusa di Pulau St. Matthew suatu saat nanti. Namun satu hal yang lebih pasti ialah kini populasi manusia telah mencapai titik yang sangat dekat dengan carrying capacity. Salah satu buktinya ialah 38% lahan di muka bumi telah dimanfaatkan untuk pertanian. Pertanyaan berikutnya adalah apakah pemanfaatan sumber daya energi, makanan, lahan, dan sebagainya yang telah dilakukan manusia telah mencapai batas yang berlebihan?

Semua pertanyaan yang sangat membuat diri kita khawatir dan was - was di atas menunjukkan pada kita bahwa sustainability sangat berkaitan dengan populasi. Bahwa pertumbuhan populasi sangat mempengaruhi keberlanjutan kehidupan di muka bumi. Kurva pertumbuhan populasi pun telah menunjukkan bentuk yang menyerupai kurva J. Sehingga sangat mungkin bahwa kita sudah berada di titik dimana kehidupan kita tidak lagi berkelanjutan. We are unsustainable. 


Rabu, 07 September 2016

Sustainability and Population Growth

Hi readers!
Masih membahas topik sustainability post ini akan berisi mengenai pengaruh manusia terhadap lingkungan. Post sebelumnya sudah membahas sedikit mengenai bagaimana manusia memegang peran dan pengaruh terhadap kondisi lingkungan. Cara manusia dalam melakukan segala sesuatu dalam kehidupannya ternyata dapat membawa pengaruh baik maupun buruk terhadap lingkungan. Pertumbuhan populasi manusia yang meningkat pesat semenjak abad 20 diyakini sebagai akar dari segala permasalahan lingkungan. 

Nah ternyata faktor - faktor manusia yang dapat mempengaruhi lingkungan ada bermacam - macam, selain jumlah populasi manusia ada pula faktor teknologi dan daya konsumsi masyarakat. Lalu apakah mungkin dampak faktor manusia terhadap lingkungan diukur? Jawabannya bisa! 

Terdapat sebuah formula yang dinamakan IPAT atau biasa disebut I = PAT atau I = P x A x T . Formula ini pertama kali dikembangkan oleh dua orang ilmuwan yakni Ehrlich dan Holdren pada awal tahun 1970an sebagai cara untuk mengukur dampak manusia terhadap lingkungan. Formula ini sendiri menggambarkan (I) sebagai Impact atau dampak yang dihasilkan oleh tiga faktor, yaitu: (P) sebagai Population atau jumlah populasi manusia, (A) sebagai Affluence atau daya konsumsi manusia, dan (T) sebagai Technology.

Namun sayangnya formula IPAT dianggap kurang efektif dalam memprediksi dampak manusia bagi lingkungan di masa depan. Hal ini disebabkan karena pada formula IPAT, ketiga faktor dianggap sebagai faktor yang independen dan tidak saling mempengaruhi. Padahal pada kenyataannya hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Misalnya saja peningkatan populasi manusia dapat mendorong perkembangan teknologi transportasi, pakan, penerangan, dan sebagainya.  Sehingga dengan demikian IPAT dianggap efektif untuk digunakan dalam mengukur dampak manusia terhadap lingkungan di masa lampau / yang sudah terjadi. Sementara efek atau dampak yang ditimbulkan dari pertumbuhan populasi manusia di masa depan tidak dapat diketahui. 

Selain itu, formula IPAT menggambarkan populasi dan daya konsumsi manusia sebagai hal yang tidak baik. Padahal dalam kenyataannya hal tersebut juga tidak selalu benar. Pertumbuhan populasi menggambarkan bahwa ada lebih banyak manusia yang menikmati kehidupannya. Semakin manusia menikmati kehidupannya maka akan berpengaruh terhadap daya konsumsinya. Sehingga peningkatan daya konsumsi sebenarnya juga menjadi hal yang baik. Hal ini ditunjukkan dalam berbagai hal misalnya pada peta GDP yang menggambarkan bahwa daya konsumsi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendidikan, hak asasi manusia, kesejahteraan, dan bahkan kebahagiaan suatu negara. To put it simply, masyarakat yang memiliki daya konsumsi tinggi pasti lah masyarakat yang memiliki akses pendidikan yang baik, memiliki kesejahteraan yang baik, dan hak asasinya terjamin. Hal itu menunjukkan bahwa memang sebenarnya daya konsumsi yang tinggi tidak selalu berarti hal yang buruk. Lebih lanjut, daya konsumsi tidak selalu menggambarkan hal yang sama. Misalnya dengan perkembangan jaman maka jika saat ini kita menggunakan electronic book , maka kita mengkonsumsi buku yang memiliki dampak lingkungan lebih rendah daripada buku fisik yang dulu kita beli ketika masih SD. 

Maka kesimpulannya adalah meskipun formula IPAT merupakan sebuah ide yang berguna dan mewujudkan banyak ide pemikiran kita, namun formula ini kurang dapat memprediksi dampak manusia bagi lingkungan di masa depan. 



Introduction to Sustainability

Hi readers!

As you can read from the title, in this post I'm going to write a short introduction of sustainability, which is currently become one of the subjects that I take this semester. Please keep in mind that this is also my first impression about the topic itself. So I did a little research here and there after watching the Introduction to Sustainability Video from University of Illinois.
I hope that somehow my first impression is not way too far from the right concept and I wish you enjoy reading it ;)

MARKETING by Philip Kotler

Hi readers
Kuliah sudah masuk semester 7 dan sekarang sudah waktunya aku mempelajari mata kuliah Manajemen Pemasaran.
To be honest I still have no conception about what I am going to learn in this subject. So regarding to that, my lecture asked the whole class to watch the speech of Philip Kotler about Marketing during his speech in Chicago Humanities Festival. Also he asked us to make a presentation about the whole speech so that we can share it with anyone on our personal blog.
So here it is! I have to admit that the way Philip Kotler explained marketing was very easy to understand and I enjoyed it very much.

In case you want to know about marketing as what Philip Kotler explained, here is the presentation that I made as a summary of his speech.
Enjoy :)

Powerpoint Marketing by Philip Kotler